TARI LEGONG
Pernahkah
memperhatikan, bagaimana bisa leluhur orang Bali jaman dulu bisa
menciptakan gamelan, tari-tarian dan kesenian-kesenian lain yang begitu
indah, rumit dan kaya ?
Sesungguhnya taksu seperti ini tidak akan didapat secara sembarangan.
Misalnya [contoh] seperti dalam pembuatan tari Legong Keraton. Lihat
tariannya, tata busananya dan gamelannya, demikian metaksu.
Lahirnya Legong bermula dari hasil meditasi Raja Sukawati, I Dewa Agung
Made Karna [sejarah ini tercatat dalam Babad Dalem Sukawati]. Menurut
babad tersebut, suatu hari I Dewa Agung Made Karna yang dikenal memiliki
kemampuan spiritual yang tinggi, melakukan meditasi di Pura Yogan Agung
di desa Ketewel, dekat Sukawati. Pada saat itu dalam meditasi beliau
muncul beberapa sosok bidadari-bidadari melayang di angkasa. Para
bidadari yang cantik jelita itu memperagakan tarian yang sangat
menakjubkan. Mereka berbusana penuh warna. Kepala mereka bergelung
tatahan emas penuh manikam yang cemerlang.
Berbekal penglihatan
dalam meditasinya, beliau memerintahkan punggawa desa Ketewel untuk
mengumpulkan para seniman di sana dan meminta mereka membuat beberapa
topeng sekaligus menciptakan tarian berdasarkan penglihatan meditatif
sang raja. Beberapa bulan kemudian, lahirlah sembilan topeng sebagai
wujud sembilan bidadari. Dua penari Sanghyang kemudian diperintahkan
untuk menarikan topeng tersebut. Penari Sanghyang adalah penari-penari
muda pilihan yang tidak hanya berbakat menari, melainkan juga memiliki
kepekaan untuk trance dan belum menstruasi. Tari topeng yang
dipertunjukkan oleh penari Sanghyang itu dinamakan dengan Sang Hyang
Legong [tarian ini –dengan topeng aslinya— hingga kini masih digelar di
Pura Yogan Agung setiap pujawali].
Terinspirasi oleh tari Sang
Hyang Legong, tak lama kemudian sebuah kelompok tari dari Blahbatuh yang
dipimpin oleh I Gusti Ngurah Jelantik melahirkan sebuah tarian baru
dalam gaya yang serupa. Bedanya, semua penarinya adalah laki-laki dan
tidak mengenakan topeng. Tarian ini dinamakan dengan Nandir. Kemudian
dalam sebuah acara, Raja Sukawati menyaksikan pertunjukan Nandir dan
beliau amat terkesan. Beliau kemudian mengumpulkan para seniman di
Sukawati untuk membuat tarian serupa yang ditarikan oleh para gadis
muda. Hasilnya adalah tarian Legong Keraton yang kita kenal sekarang.
Mungkin bisa dikatakan bahwa kekayaan seni dan budaya Pulau Bali adalah hasil fotocopy dari Swargaloka
Comments
Post a Comment