PESELANCAR BELAS KASIH
Seorang anak muda yang cerdas sekaligus suka bertanya mengajukan
pertanyaan lugas seperti ini: “apakah rumah jiwa identik dengan
kematian?”. Tentu saja, tapi bukan sembarang kematian melainkan kematian
ego dan keakuan. Begitu ego dan keakuan mati, secara alamiah pintu
rumah jiwa akan terbuka.
Sedihnya, di zaman ini nyaris semua aktivitas manusia memperbesar
ego dan keakuan. Di dunia olah raga, sekolah, penjualan, manusia dipacu
dengan hadiah piala dan juara. Bahkan di dunia spiritual pun tidak
sedikit manusia yang berpacu untuk disebut lebih begini dan lebih
begitu. Hasilnya mudah ditebak. Di satu sisi memang menghadirkan
kegembiraan bagi segelintir orang dalam waktu pendek dan sementara, di
lain sisi menghadirkan jurang penderitaan bagi banyak orang dalam waktu
lama.
Oleh karena itu, di jalan Tantra khususnya, di tingkat-tingkat awal ego dan keakuan ini dihancurkan habis-habisan. Dari cara namaskara yang dilakukan banyak orang, atau cara yang ditempuh Guru Marpa yang memukuli muridnya Milarepa dengan cara yang tidak kebayang sakitnya. Seorang Guru suci bercerita, kalau beliau menyapu dan mengepel setiap hari hanya agar ego dan keakuan terus menerus mengecil.
Oleh karena itu, di jalan Tantra khususnya, di tingkat-tingkat awal ego dan keakuan ini dihancurkan habis-habisan. Dari cara namaskara yang dilakukan banyak orang, atau cara yang ditempuh Guru Marpa yang memukuli muridnya Milarepa dengan cara yang tidak kebayang sakitnya. Seorang Guru suci bercerita, kalau beliau menyapu dan mengepel setiap hari hanya agar ego dan keakuan terus menerus mengecil.
Di jalan meditasi, ego yang besar disimbolkan dengan seseorang yang
hanyut dibawa arus sungai pikiran dan perasaan. Makanya banyak orang
jadi berbahaya saat marah dan emosi. Melalui praktik menyaksikan,
seseorang belajar berenang ke pinggir. Ada yang menyebutkan kalau
psikologi Barat suka menganalisa, makanya disebut psychoanalysis.
Sedangkan psikologi Timur menekankan pentingnya kegiatan menyaksikan.
Dalam bahasa praktik kesadaran yang sederhana tapi mendalam, sadari
badan sebagai badan bukan sebagai diri Anda. Sadari pikiran sebagai
pikiran bukan sebagai diri Anda. Sadari perasaan sebagai perasaan bukan
sebagai diri Anda. Sadar bentuk-bentuk pikiran sebagai bentuk-bentuk
pikiran bukan sebagai diri Anda. Itu cara berenang ke pinggir.
Siapa saja yang praktik menyaksikannya mendalam, suatu hari bisa
berdiri menjadi saksi di pinggir sungai kehidupan. Ciri seseorang yang
sudah menjadi saksi sederhana, semua ketakutan termasuk ketakutan akan
kematian menghilang sepenuhnya.
Makanya salah satu pesan Milarepa yang dikenal luas berbunyi seperti
ini: “death is not death for a yogi, it is a little enlightenment”.
Dalam kehidupan para yogi, kematian tidak lagi diikuti oleh ketakutan.
Ia hanya aliran kecil kehidupan yang mencerahkan.
Di tingkatan ini, kematian sesederhana daun kering yang jatuh,
sesimpel air sungai yang mencium bibir pantai, senatural awan yang jatuh
menjadi hujan. Tidak ada ketakutan, kesedihan apa lagi tangisan di
sana. Ia hanya proses yang natural dan alami.
Ada yang menyebutkan kebebasan sebagai keadaan tanpa kelahiran dan
tanpa kematian. Sebuah sudut pandang yang layak dihormati. Sebagaimana
cahaya hanya bisa dimengerti di tengah kegelapan, keadaan tanpa
kelahiran dan tanpa kematian hanya bisa dimengerti dalam siklus
kelahiran dan kematian.
Bedanya dengan orang biasa yang lahir karena punya hutang-hutang
karma, ia yang sudah terbebaskan lahir ke sini seperti peselancar yang
mengendarai papan selancar bernama belas kasih. Kehidupan memang penuh
gelombang, tapi jiwa-jiwa terbebaskan ada di sini mengendarai papan
belas kasih.
Penulis: Gede Prama
Photo Courtesy: Twitter @ybh4618.
Comments
Post a Comment