TIRTA KEDAMAIAN
 

Sebagian sahabat yang hidupnya sangat rumit kemudian bertanya, kemana saya mesti berlindung? Mirip dengan anak-anak muda yang mengalami masalah dengan komputernya, tatkala mereka tidak lagi bisa memperbaikinya, kemudian mereka minggir dari kursi, serta membiarkan kakaknya yang lebih tua untuk membetulkan.
Dengan cara yang sama, kapan saja kehidupan sudah sangat rumit, semua jalan keluar sepertinya menabrak tembok, belajar minggir dari kursi pikiran, kemudian biarkan Buddha (baca: kejernihan) di dalam diri yang mengambil alih persoalan.
Meminjam hasil studi para sahabat di neuroscience yang mendalami otak manusia. Beratnya otak hanya dua persen dari seluruh berat tubuh, tapi otak mengkonsumsi sekitar dua puluh persen dari semua energi yang diperlukan tubuh. Ini dalam keadaan normal. Saat kehidupan sangat rumit, otak mengkonsumsi energi tubuh bahkan lebih banyak lagi.
Penemuan ini bisa dibenarkan di sesi-sesi meditasi. Setiap kali berjumpa para sahabat dengan penyakit berat, terlihat sekali kalau mereka berpikir terlalu banyak. Semakin keras mereka berfikir, di satu sisi energi tubuh diambil lebih banyak lagi oleh otak, di lain sisi energi tubuh yang bisa dialokasikan untuk unsur tubuh yang lain menjadi berkurang. Akibatnya mudah ditebak, semakin hari mereka semakin sakit.
Belajar dari sini, kapan saja kehidupan sudah demikian rumit, layak direnungkan untuk minggir dari kursi pikiran, kemudian izinkan kejernihan yang menyelesaikan persoalan. Dalam bahasa meditasi, apa pun yang muncul dalam kekinian, saksikan saja. Ia mirip dengan berdiri di pinggir sungai, biarkan sungai pikiran dan perasaan mengalir. Anda adalah sang saksi. Ini sering disebut dengan praktik kesadaran.
Sederhananya, ada tiga bentuk kesadaran yakni kesadaran indra (melihat, mendengar, mencium, mengecap), kesadaran pikiran lengkap dengan salah-benar, buruk-baik, serta kesadaran terpendam. Sigmund Freud menyebutnya alam bawah sadar. Carl G. Jung menyebutnya sang bayangan.
Melalui praktik menyaksikan, seseorang sedang meninggalkan kesadaran indra dan kesadaran pikiran yang sangat di permukaan, kemudian pelan perlahan memasuki kesadaran terpendam. Awalnya indra dan pikiran melawan. Ketakutan, keraguan adalah sebagian bentuk perlawanan mereka. Tapi tidak ada pilihan lain, biarkan mereka mengalir dengan sungainya masing-masing, tugas meditasi hanya menyaksikan.
Ia yang praktik meditasinya mendalam mengalami, begitu sungai indra dan sungai pikiran hanya disaksikan, lama-lama kehidupan di dalam mirip dengan kolam tenang dan jernih. Semuanya terlihat terang benderang. Fisikawan besar Stephen Hawking menulis: “quiet people have the loudest mind”.
Di saat seperti itulah kejernihan mengambil alih kerumitan. Dan tiba-tiba jalan keluar, solusi, bantuan datang dari banyak arah yang sama sekali tidak terbayang sebelumnya. Lebih dari itu, ia yang kejernihannya sangat dalam bahkan bisa mengalami manasa tirtha (air suci yang dipercikkan di kedalaman bathin).
Sementara sebagian orang pergi sangat jauh untuk mencari air suci (tirtha), bahkan ada yang sampai menjual tanah dan sawah, orang yang sudah menemukan kolam kejernihan di dalam akan tersenyum membaca pesan ini: “hati adalah tempat suci. Cinta adalah tirtha”. Inilah tirtha kedamaian.
Penulis:  Guru Gede Prama
Photo Courtesy: Twitter @Viken_shrestha

Comments